Legitimasi
HAM
Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang dimiliki manusia
semata-mata karena ia manusia. Setiap manusia terlahir dengan ras, suku, jenis
kelamin, bahasa, budaya, agama dan kewarganegaraan yang berbeda-beda, namun ia
tetap mempunyai hak-hak yang harus dijunjung tinggi oleh siapapun juga, dan di
negara manapun ia berada. Inilah sifat universal dari HAM .
a. Bertaraf Nasional
Seiring berkembangnya pemahaman
masyarakat akan pentingnya HAM, maka pada masa awal reformasi tuntutan mengenai
perlunya suatu aturan yang memuat ketentuan tentang HAM yang lebih rinci
mengemuka dengan kuat dan menjadi isu sentral yang cukup luas. Untuk
mengakomodasi tuntutan tersebut bentuk hukum yang dipilih untuk mengatur
tentang HAM adalah Ketetapan MPR, yaitu Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang
Hak Asasi Manusia. Alasannya, karena
pada saat itu masih terjadi tarik menarik antara kelompok yang menghendaki
amandemen UUD 45 dan kelompok yang menolaknya. Maka untuk menjembatani dua
kolompok yang saling berseberangan ini dicarilah suatu pola yang secara relatif
lebih dapat diterima oleh mereka yaitu dengan membuat Ketetapan MPR yang
mengatur tentang HAM.
Setelah beberapa lama berlaku, maka lahir pula Undang-Undang
Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang Undang ini dipandang
sebagai Undang-Undang pelaksana dari Ketetapan MPR No XVII/MPR/1998 tentang Hak
Asasi Manusia. Ketika Undang Undang ini didiskusikan terdapat dua pendapat yang
kontradiktif tentang perlunya Undang Undang tentang HAM. Pendapat pertama
menyatakan bahwa pada dasarnya ketentuan mengenai HAM tersebar dalam
berbagai Undang-Undang. Oleh karenanya tidak perlu dibuat Undang-Undang khusus
tentang HAM. Pendapat lain menyatakan bahwa Undang Undang tentang HAM diperlukan
mengingat TAP MPR tentang HAM yang sudah ada tidak berlaku operasional dan
Undang-Undang yang sudah ada tidak seluruhnya menampung materi HAM. Selain itu,
Undang Undang tentang HAM akan berfungsi sebagai landasan bagi peraturan
perundang-undangan mengenai HAM yang sudah ada selama ini
Pasca Perubahan Kedua UUD 1945, ketentuan
mengenai hak-hak asasi manusia telah mendapatkan jaminan konstitusional yang
sangat kuat dalam UUD 1945. Sebagian besar materi UUD 1945 ini sebenarnya berasal dari rumusan
Undang-Undang yang telah disahkan sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Jika
dirumuskan kembali, maka materi yang sudah diadopsikan ke dalam rumusan
Undang-Undang Dasar 1945 tersebut mencakup 27 materi.
Jika ke-27 ketentuan yang sudah diadopsikan ke dalam Undang-Undang Dasar
diperluas dengan memasukkan elemen baru yang bersifat menyempurnakan rumusan
yang ada, lalu dikelompokkan kembali sehingga mencakup ketentuan-ketentuan baru
yang belum dimuat di dalamnya, maka rumusan hak asasi manusia dalam Undang-Undang
Dasar dapat mencakup empat kelompok materi sebagai berikut :
1. Kelompok Hak-Hak Sipil yang dapat dirumuskan menjadi:
a.
Setiap orang berhak untuk hidup,
mempertahankan hidup dan kehidupannya.
b.
Setiap orang berhak untuk bebas dari
penyiksaan, perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi dan
merendahkan martabat kemanusiaan.
c.
Setiap orang berhak untuk bebas dari
segala bentuk perbudakan.
d.
Setiap orang bebas memeluk agama dan
beribadat menurut agamanya.
e.
Setiap orang berhak untuk bebas
memiliki keyakinan, pikiran dan hati nurani.
f.
Setiap orang berhak untuk diakui
sebagai pribadi di hadapan hukum.
g.
Setiap orang berhak atas perlakuan
yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan.
h.
Setiap orang berhak untuk tidak dituntut
atas dasar hukum yang berlaku surut.
i.
Setiap orang berhak untuk membentuk
keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
j.
Setiap orang berhak akan status
kewarganegaraan.
k.
Setiap orang berhak untuk bebas
bertempat tinggal di wilayah negaranya, meninggalkan dan kembali ke negaranya.
l.
Setiap orang berhak memperoleh suaka
politik.
m.
Setiap orang berhak bebas dari
segala bentuk perlakuan diskriminatif dan berhak mendapatkan perlindungan
hukum dari perlakuan yang bersifat diskriminatif tersebut.
2. Kelompok Hak-Hak Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya
a.
Setiap warga
negara berhak untuk berserikat, berkumpul dan
menyatakan pendapatnya secara damai.
b.
Setiap warga negara berhak untuk
memilih dan dipilih dalam rangka lembaga perwakilan rakyat.
c.
Setiap warga negara dapat diangkat
untuk menduduki jabatan-jabatan publik.
d.
Setiap orang berhak untuk memperoleh
dan memilih pekerjaan yang sah dan layak bagi kemanusiaan.
e.
Setiap orang berhak untuk bekerja,
mendapat imbalan, dan mendapat perlakuan yang layak dalam hubungan kerja
yang berkeadilan.
f.
Setiap orang berhak mempunyai hak
milik pribadi.
g.
Setiap warga negara berhak atas
jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak dan memungkinkan
pengembangan dirinya sebagai manusia yang bermartabat.
h.
Setiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi.
i.
Setiap orang berhak untuk memperoleh
dan memilih pendidikan dan pengajaran.
j.
Setiap orang berhak mengembangkan
dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya
untuk peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan umat manusia.
k.
Negara menjamin penghormatan atas
identitas budaya dan hak-hak masyarakat lokal selaras dengan perkembangan zaman
dan tingkat peradaban bangsa.
l.
Negara mengakui setiap budaya
sebagai bagian dari kebudayaan nasional.
m.
Negara menjunjung tinggi nilai-nilai
etika dan moral kemanusiaan yang diajarkan oleh setiap agama, dan menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk dan menjalankan ajaran agamanya.
3. Kelompok Hak-Hak Khusus dan Hak Atas
Pembangunan
a.
Setiap warga negara yang menyandang
masalah sosial, termasuk kelompok masyarakat yang terasing dan yang hidup di
lingkungan terpencil, berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan yang sama.
b.
Hak perempuan dijamin dan dilindungi
untuk mencapai kesetaraan gender dalam kehidupan nasional.
c.
Hak khusus yang melekat pada diri
perempuan yang dikarenakan oleh fungsi reproduksinya dijamin dan dilindungi
oleh hukum.
d.
Setiap anak berhak atas kasih
sayang, perhatian dan perlindungan orangtua, keluarga, masyarakat dan negara
bagi pertumbuhan fisik dan mental serta perkembangan pribadinya.
e.
Setiap warga negara berhak untuk
berperan serta dalam pengelolaan dan turut menikmati manfaat yang diperoleh
dari pengelolaan kekayaan alam.
f.
Setiap orang berhak atas lingkungan
hidup yang bersih dan sehat.
g.
Kebijakan, perlakuan atau tindakan
khusus yang bersifat sementara dan dituangkan dalam peraturan perundangan-undangan
yang sah yang dimaksudkan untuk menyetarakan tingkat perkembangan kelompok
tertentu yang pernah mengalami perlakuan diskriminasi dengan
kelompok-kelompok lain dalam masyarakat, dan perlakuan khusus sebagaimana ditentukan
dalam ayat (1) pasal ini, tidak termasuk dalam pengertian diskriminasi
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat (13).
4. Tanggungjawab Negara dan Kewajiban Asasi Manusia
a.
Setiap orang wajib menghormati hak
asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
b.
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,
setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang
dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak
dan kebebasan orang lain serta untuk memenuhi tuntutan keadilan sesuai dengan
nilai-nilai agama, moralitas dan kesusilaan, keamanan dan ketertiban umum
dalam masyarakat yang demokratis.
c.
Negara bertanggungjawab atas
perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak-hak asasi manusia.
d.
Untuk menjamin pelaksanaan hak asasi
manusia, dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang bersifat independen
dan tidak memihak yang pembentukan, susunan dan kedudukannya diatur dengan
undang-undang.
Ketentuan-ketentuan
yang memberikan jaminan konstitusional terhadap hak-hak asasi manusia itu sangat
penting dan bahkan dianggap salah satu ciri pokok dianutnya prinsip negara
hukum di suatu negara. Namun di samping hak-hak asasi manusia, harus pula dipahami
bahwa setiap orang memiliki kewajiban dan tanggungjawab yang juga bersifat
asasi. Setiap orang, selama hidupnya sejak sebelum kelahiran, memiliki hak
dan kewajiban yang hakiki sebagai manusia. Pembentukan negara dan pemerintahan,
untuk alasan apapun, tidak boleh menghilangkan prinsip hak dan kewajiban
yang disandang oleh setiap manusia. Karena itu, jaminan hak dan kewajiban itu
tidak ditentukan oleh kedudukan orang sebagai warga suatu negara. Setiap
orang di manapun ia berada harus dijamin hak-hak dasarnya. Pada saat yang
bersamaan, setiap orang di manapun ia berada, juga wajib menjunjung tinggi
hak-hak asasi orang lain sebagaimana mestinya. Keseimbangan kesadaran akan
adanya hak dan kewajiban asasi ini merupakan ciri penting pandangan dasar
bangsa Indonesia mengenai manusia dan kemanusiaan yang adil dan beradab.
b. Bertaraf Internasional
Kepedulian internasional terhadap HAM merupakan gejala yang
relatif baru. Meskipun kita dapat menunjuk pada sejumlah traktat atau
perjanjian internasional yang mempengaruhi isu kemanusiaan sebelum perang dunia
II, baru setelah dimasukkan ke dalam Piagam PBB pada tahun 1945, kita dapat
berbicara mengenai adanya perlindungan HAM yang sistematis di dalam sistem
internasional.
HAM memperoleh legitimasinya melalui pengesahan PBB terhadap
Universal Declaration of Human Rights (UDHR) pada tanggal 10
Desember 1948. UDHR adalah sebuah pernyataan yang bersifat anjuran yang
diadopsi oleh Majelis Umum Persatuan Bangsa - Bangsa. Sebagai sebuah pernyataan yang
bersifat universal, piagam ini baru mengikat secara moral namun belum
secara yuridis. Tetapi dokumen ini mempunyai pengaruh moril, politik, dan
edukatif yang sangat besar. Dia melambangkan “Commitment” moril dari
dunia Internasional pada norma-norma dan hak-hak asasi. Kesadaran masyarakat
internasional akan pentingnya perlindungan HAM sangat meningkat dalam beberapa
dekade terakhir. Sejak tahun 1989, negara-negara maju dan negara-negara
berkembang telah banyak memproklamirkan dukungan terhadap HAM
internasional dengan tulus. Hal ini dikarenakan bahwa Paham yang terkandung
dalam HAM memiliki sifat universalitas yang luar biasa dalam menghargai prinsip
manusia sebagai makhluk sosial.
Maka , jika ada sebuah negara yang diidentifikasi melanggar
dan mengabaikan HAM, dengan sekejap mata nation-state di belahan bumi
ini memberikan respons, terlebih beberapa negara yang dijuluki sebagai adi
kuasa memberikan kritik, tudingan bahkan kecaman keras seperti embargo dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar