OPEC (Organization of
Petroleum Exporting Countries)
A. Sejarah
Perkembangan OPEC
OPEC Adalah
Organisasi Negara – Negara Pengekspor Minyak. OPEC Dibentuk Sebagai Akibat Jatuhnya
Harga Minyak Pada Perusahaan Raksasa Seperti Shell, British Petroleum, Texaco,
Exxon Mobil, Socal, Dan Gulf.
Mereka Melakukan Penurunan Harga Minyak Secara Drastis Sehingga Mereka Mampu Memenuhi Kebutuhan Negara – Negara
Industri Besar.
Untuk Mengatasi Hal
Tersebut, Negara – Negara Timur Tengah Berusaha Merebut Pasaran Harga Minyak
Internasional Dengan Cara Mengadakan Perundingan Pada Tanggal 11 – 14 September
1960 Di Baghdad ( Irak).
Mereka Sepakat Mendirikan OPEC Yang Anggotanya Terdiri Dari Saudi Arabia, Iran, Irak, Kuwait Dan Venezuela.
B. Tujuan
Organisasi OPEC
OPEC Didirikan
Dengan Tujuan Sebagai Berikut :
1. Tujuan Ekonomi, Yaitu Mempertahankan Harga Minyak
Dan Menentukan Harga Sehingga Menguntungkan Negara – Negara Produsen.
2. Tujuan Politik, Yaitu Mengatur Hubungan Dengan
Perusahaan – Perusahaan Minyak Asing Atau Pemerintah Negara – Negara Konsumen.
C. Struktur
Organisasi Dan Manajemen OPEC
Sesuai Dengan Statuta OPEC Pasal 9,
Organisasi OPEC Terdiri Dari :
1. Konferensi
Adalah Organ Tertinggi Yang Bertemu Dua
(2) Kali Dalam Setahun. Tetapi Pertemuan Extra – Opecrdinary Dapat Dilaksanakan
Jika Diperlukan. Semua Negara Anggota Harus Terwakilkan Dalam Konperensi Dan
Tiap Negara Mempunyai Satu Hak Suara. Keputusan Ditetapkan Setelah Mendapat
Persetujuan Dari Negara Anggota ( Pasal 11 – 12).
Konperensi OPEC Dipimpin Oleh Presiden
Dan Wakil Presiden OPEC Yang Dipilih Oleh Anggota Pada Saat Pertemuan
Konperensi ( Pasal 14 ).
Pasal 15 Menetapkan Konperensi OPEC
Bertugas Merumuskan Kebijakan Umum Organisasi Dan Mencari Upaya
Pengimplementasian Kebijakan Tersebut. Sebagai Organisasi Tertinggi, Pertemuan
Konperensi OPEC Mengukuhkan Penunjukan Anggota Dewan Gubernur Dan Sekretaris
Jenderal OPEC.
2. Dewan
Gubernur
Dewan Gubernur Terdiri Dari Gubernur
Yang Dipilih Oleh Masing-Masing Anggota OPEC Untuk Duduk Dalam Dewan Yang
Bersidang Sedikitnya Dua Kali Dalam Setahun. Pertemuan Extraordinary Dari Dewan
Dapat Berlangsung Atas Permintaan Ketua Dewan Sekretaris Jenderal Atau 2/3 Dari
Anggota Dewan ( Pasal 17 Dan 18 ).
Tugas Dewan Adalah Melaksanakan
Keputusan Konferensi Mempertimbangkan Dan Memutuskan Laporan –
Laporan Yang Disampaikan Oleh Sekretaris Jenderal Memberikan Rekomendasi Dan
Laporan Kepada Pertemuan Konferensi OPEC Membuat Anggaran Keuangan Organisasi
Dan Menyerahkannya Kepada Sidang Konferensi Setiap Tahun Mempertimbangkan Semua
Laporan Keuangan Dan Menunjuk Seorang Auditor Untuk Masa Tugas Selama Satu (1)
Tahun Menyetujui Penunjukan Direktur – Direktur Divisi, Kepala Bagian Yang
Diusulkan Negara Anggota Menyelenggarakan Pertemuan Extraordinary Konferensi
OPEC Dan Mempersiapkan Agenda Sidang ( Pasal 20 ) Dewan
Gubernur Dipimpin Oleh Seorang Ketua Dan Wakil Ketua Yang Berasal Dari Para
Gubernur OPEC Negara – Negara Anggota Dan Yang Disetujui Oleh Pertemuan
Konferensi OPEC Untuk Masa Jabatan Selama 1 Tahun ( Pasal 21 ).
3. Sekretariat
Adalah Pelaksana Eksekutif Organisasi
Sesuai Dengan Statuta Dan Pengarahan Dari Dewan Gubernur. Sekretaris Jenderal
Adalah Wakil Resmi Dari Organisasi Yang Dipilih Untuk Periode Tiga (3) Tahun
Dan Dapat Diperpanjang Satu Kali Untuk Periode Yang Sama. Sekretaris Jenderal
Harus Berasal Dari Salah Satu Negara Anggota. Dalam Melaksanakan Tugasnya
Sekjen Bertanggung Jawab Kepada Dewan Gubernur Dan Mendapat Bantuan Dari Para
Kepala Divisi Dan Bagian.
D. Peranan
Indonesia Sebagai Anggota OPEC
Sejak Menjadi Anggota OPEC Tahun 1962,
Indonesia Ikut Berperan Aktif Dalam Penentuan Arah Dan Kebijakan OPEC Khususnya
Dalam Rangka Menstabilisasi Jumlah Produksi Dan Harga Minyak Di Pasar
Internasional.
Sejak Berdirinya Sekretariat OPEC Di
Wina Tahun 1965, KBRI / PTRI Wina Terlibat Aktif Dalam Kegiatan Pemantauan
Harga Minyak Dan Penanganan Masalah Substansi Serta Diplomasi Di Berbagai
Persidangan Yang Diselenggarakan Oleh OPEC. Pentingnya Peran Yang Dimainkan
Oleh Indonesia Di OPEC Telah Membawa Indonesia Pernah Ditunjuk Sebagai Sekjen
OPEC Dan Presiden Konferensi OPEC.
Pada Tahun 2004, Menteri Energi Dan
Sumber Daya Mineral ( MESDM ) Indonesia Terpilih Menjadi
Presiden Dan Sekjen Sementara OPEC. Namun Akhir – Akhir Ini, Status Keanggotaan
Indonesia Di OPEC Telah Menjadi Wacana Perdebatan Berbagai Pihak Di Dalam
Negeri, Karena Indonesia Saat Ini Dianggap Telah Menjadi Negara Pengimpor
Minyak ( Net – Importer ). Dalam Kaitan Ini, Indonesia Sedang
Mengkaji Mengenai Keanggotaanya Di Dalam OPEC Dan Telah Membentuk Tim Untuk
Membahas Masalah Tersebut Dari Sisi Ekonomi Dan Politik.
Hambatan Dan Peluang Secara Ekonomi, Keanggotaan Indonesia Di
OPEC Membawa Implikasi KewajibanUntuk Tetap Membayar Iuran Keanggotaan Sebesar
US$ Dua (2) Juta Setiap Tahunnya, Disamping Biaya Untuk Sidang –
Sidang OPEC Yang Diikuti Oleh Delegasi RI.
OPEC Melihat Bahwa Penurunan Tingkat
Ekspor Di Beberapa Negara Anggota OPEC, Termasuk Indonesia, Disebabkan
Karena Kurangnya Investasi Baru Di Sektor Perminyakan.
Apabila Kondisi Tersebut Terus Berlangsung, Maka Diperkirakan Indonesia
Akan Mengalami Hambatan Dalam Meningkatkan Tingkat Produksinya Dan
Tetap Menjadi Pengimpor Minyak Di Masa Mendatang.
Disamping Hambatan – Hambatan Tersebut
Di Atas, Keanggotaan Indonesia Di OPEC Akan Memberikan Berbagai
Keuntungan Politis, Yaitu Meningkatkan Posisi Indonesia Dalam Proses Tawar –
Menawar DalamHubungan Internasional. Kedudukan Menteri ESDM Dalam Kapasitasnya Sebagai
Presiden Konferensi OPEC Sekaligus Acting Sekjen OPEC Pada Tahun
2004, Telah Memberikan Posisi Tawar Yang Sangat Tinggi Dan Strategik Serta
Kontak Yang Lebih Luas Dengan Negara – Negara Produsen Minyak Utama Lainnya.
Peningkatan Citra RI Di Luar Negeri.
Pemberitaan Mengenai Persidangan Dan Kegiatan OPEC Lainnya Yang Sangat Luas
Secara Otomatis Dapat Mengangkat Citra Negara Anggota. Perhatian Media Massa
Lebih Terfokus Ketika Pejabat RI ( Menteri ESDM ) Memegang
Jabatan Sebagai Presiden Konferensi OPEC.
Peningkatan Solidaritas Antar Negara
Berkembang. Di Dalam Forum – Forum OPEC, Semua Negara Anggota Memiliki Visi Dan
Misi Yang Sama Di Bidang Energi Serta Menjadikan OPEC Sebagai Wahana Bersama
Untuk Meningkatkan Rasa Persaudaraan Sesama Negara Anggota Dan Negara
Berkembang Lainnya. Opec Fund ( Lembaga Keuangan OPEC ) Telah
Memberikan Bantuan Dana Darurat Sebesar 1,2 Juta Euro, Dimana Separuhnya
Diperuntukkan Bagi Indonesia, Untuk Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Aceh Dan
Sumatera Utara Yang Dilanda Gempa Bumi Dan Tsunami Pada Akhir Tahun 2004.
Akses Terhadap Informasi. Sebagai
Anggota OPEC, Indonesia Mendapatkan Akses Terhadap Informasi, Baik Yang
Bersifat Terbuka Dari Sekretariat OPEC Maupun Informasi Rahasia Mengenai
Dinamika Pasar Minyak Bumi.
Disamping Itu, Indonesia Memiliki
Kesempatan Untuk Menempatkan Sumber Daya ManusiaNya Untuk Bekerja Di
Sekretariat OPEC. Hal Ini Merupakan Investasi Jangka Panjang Karena Akan Dapat
Menjadi Network Bagi Indonesia Di Masa Datang.
Prakiraan Perkembangan Keadaan, Menurut Kajian Yang Dilakukan OPEC,
Peranan OPEC Dalam Menentukan Stabilitas Produksi Dan Harga Minyak Dunia Akan
Tetap Penting, Setidaknya Hingga Tahun 2025, Karena Pangsa Pasar Negara –
Negara OPEC Masih Lebih Besar Dari Negara – Negara Non – OPEC.
Pentingnya Peran OPEC Dapat Dilihat
Dengan Jelas Selama Tahun 2004, Ketika Harga Minyak Mentah Dunia Melambung
Tinggi, OPEC Ikut Berperan Menstabilkan Harga Antara Lain Dengan Menjaga
Pasokan Minyak Dunia. Keanggotaan Indonesia Masih Diperlukan Oleh Negara –
Negara Anggota Lainnya Karena Indonesia Dipandang Sebagai Negara Yang Selalu
Menjaga Solidaritas OPEC Dan Selalu Berusaha Membangun Dialog Konstruktif Serta
Konsensus Di Dalam OPEC.
OPEC Tetap Membutuhkan Indonesia Sebagai
Faktor Penyeimbang Dalam Komposisi Keanggotaannya. Indonesia Merupakan
Satu-Satunya Negara Asia Yang Menjadi Anggota OPEC. Keanggotaan OPEC Yang
Didominasi Oleh Negara – Negara Timur Tengah Tidak Akan Menguntungkan Dalam
Sudut Pandang Citra OPEC Di Dunia Internasional. Citra Indonesia Sebagai Negara
Demokratis Dan Berpenduduk Muslim Terbesar Dan Moderat Di Dunia Dapat Membantu
Perbaikan Citra OPEC.
Dalam OPEC Sendiri Belum Ada Tuntutan
Agar Indonesia Mengkaji Keanggotaannya Karena Turunnya Tingkat Produksi Minyak
Bumi Indonesia Serta Mulainya Indonesia Menjadi Negara Importir Minyak. OPEC
Menyadari Bahwa Kemungkinan Penurunan Ekspor Minyak Negara – Negara Anggota
Adalah Salah Satu Akibat Dari Kurangnya Investasi Di Sektor
Perminyakan Negara Tersebut.
APEC ( Asia Pacific
Economic Cooperation Cooperation)
- Latar Belakang Berdirinya APEC
Dinamika ekonomi politik Asia Pasifik pada akhir tahun 1993 tampak memasuki babak baru, terutama dalam bentuk pengorganisasian kerja sama perdagangan dan investasi regional. Dalam hal ini, negara-negara Asia Pasifik berbeda dengan negara-negara di Eropa Barat. Negara-negara di Eropa Barat memulainya dengan membentuk wadah kerja sama regional. Dengan organisasi itu, ekonomi di setiap negara saling berhubungan dan menghasilkan ekonomi Eropa yang lebih kuat daripada sebelum Perang Dunia II. Sebaliknya, negaranegara Asia Pasifik, terutama sejak tahun 1970-an, saling berhubungan secara intensif dan menimbulkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi walaupun tanpa kerangka kerja sama formal seperti yang ada di Eropa. Bahkan, berbagai transaksi ekonomi terjadi antarnegara yang kadang-kadang tidak memiliki hubungan diplomatik. Taiwan adalah contoh negara yang tidak diakui eksistensi politiknya, tetapi menjadi rekanan aktif sebagian besar negara Asia Pasifik dalam kegiatan ekonomi. Sekarang dinamika ekonomi itu dianggap memerlukan wadah organisasi yang lebih formal.
Dunia usaha
lebih dahulu merasakan adanya kebutuhan akan organisasi itu, seperti tercermin
dalam pembentukan Pacific Basin Economic Council (PBEC) tahun 1969. Organisasi
ini beranggotakan pebisnis dari semua negara Asia Pasifik, kecuali Korea Utara
dan Kampuchea. Organisasi PBEC aktif mendorong perdagangan dan investasi di
wilayah Asia Pasifik, tetapi hanya melibatkan sektor swasta.
Pada tahun 1980 muncul Pacific Economic
Cooperation Council (PECC). Organisasi yang lahir di Canberra, Australia ini
menciptakan kelompok kerja untuk mengidentifikasi kepentingan ekonomi regional,
terutama perdagangan, sumber daya manusia, alih teknologi, energi, dan
telekomunikasi. Walaupun masih bersifat informal, PECC melibatkan para pejabat
pemerintah, pelaku bisnis, dan akademis. Salah satu hasil kegiatan PECC adalah
terbentuknya Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) sebagai wadah kerja sama
bangsa-bangsa di kawasan Asia Pasifik di bidang ekonomi yang secara resmi
terbentuk bulan November 1989 di Canberra, Australia pada tahun 1989.
Pembentukan APEC atas usulan Perdana Menteri Australia, Bob Hawke. Suatu hal
yang melatarbelakangi terbentuknya APEC adalah perkembangan situasi politik dan
ekonomi dunia pada waktu itu yang berubah secara cepat dengan munculnya
kelompokkelompok perdagangan seperti MEE, NAFTA. Selain itu perubahan besar
terjadi di bidang politik dan ekonomi yang terjadi di Uni Soviet dan Eropa
Timur. Hal ini diikuti dengan kekhawatiran gagalnya perundingan Putaran Uruguay
(perdagangan bebas). Apabila masalah perdagangan bebas gagal disepakati, diduga
akan memicu sikap proteksi dari setiap negara dan sangat menghambat perdagangan
bebas. Oleh karena itu, APEC dianggap bisa menjadi langkah efektif untuk
mengamankan kepentingan perdagangan negara-negara di kawasan Asia Pasifik.
Adapun tujuan dibentuknya APEC
adalah untuk meningkatkan kerja sama ekonomi di kawasan Asia Pasifik terutama
di bidang perdagangan dan investasi.
2.
Anggota dan Klasifikasi Negara Anggota
Pada awal berdirinya, APEC beranggotakan dua belas negara, yaitu enam negara anggota ASEAN dan enam mitra dialognya, seperti Jepang, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, Kanada, dan Amerika Serikat. Pada tahun 1991 APEC menerima Cina, Hongkong dan Taiwan masuk menjadi anggotanya. Dalam pertemuan di Seattle, Kanada pada bulan November 1993, APEC memasukkan Papua Nugini dan Meksiko sebagai anggota.Pada pertemuan di Bogor tahun 1994 anggota APEC menjadi 18 negara yaitu :
a. Indonesia
b. Singapura
c. Thailand
d. Filipina
e. Malaysia
f. Brunei Darussalam
g. AmerikaSerikat
h. Jepang
i. Kanada
j. Korea Selatan
k. Selandia Baru
l. Australia
l. Australia
m. RRC
n. Taiwan
o. Hongkong
p. Meksiko
q. Papua Nugini
r. Cile
n. Taiwan
o. Hongkong
p. Meksiko
q. Papua Nugini
r. Cile
Dari 18 negara anggota, diklasifikasikan
menjadi 4 kelompok yang didasarkan atas kemajuan ekonomi dan industri, yaitu
sebagai berikut.
a) Negara sangat maju : AS dan Jepang.
b) Negara maju : Kanada, Australia, dan Selandia Baru.
c) Negara industri : Korea Selatan, Singapura, Taiwan dan Hongkong.
d) Negara berkembang : Brunei Darusalam, Malaysia, Filipina, Thailand, RRC, Meksiko, Papua Nugini, Cili, dan Indonesia.
a) Negara sangat maju : AS dan Jepang.
b) Negara maju : Kanada, Australia, dan Selandia Baru.
c) Negara industri : Korea Selatan, Singapura, Taiwan dan Hongkong.
d) Negara berkembang : Brunei Darusalam, Malaysia, Filipina, Thailand, RRC, Meksiko, Papua Nugini, Cili, dan Indonesia.
3.
KTT APEC
APEC merupakan kerja sama ekonomi regional untuk memajukan perdagangan dan investasi di Asia Pasifik.Pertemuan tingkat tinggi para kepala negara/pemerintah disebut meeting atau AELM (APEC Economic Leaders Meeting = Pertemuan para pemimpin Ekonomi APEC) yang bersifat informal. Adapun AELM diadakan:
a) AELM I di Seattle, AS tahun 1993
b) AELM II, di Bogor, Indonesia tahun 1994
c) AELM III, di Osaka, Jepang tahun 1995
d) AELM IV di Manila Filipina tahun 1996
e) AELM V di Kuala Lumpur, Malaysia, tanggal 17-18 November 1998.
4.
Kerja Sama APEC
Sejak akhir tahun 1980-an, motivasi
untuk melakukan kerja sama regional itu makin kuat karena beberapa hal berikut
ini.
a) Perlu kesiapan negara-negara
Asia Pasifik terhadap kemungkinan peningkatan proteksi di Eropa dan Amerika
Serikat. Seperti telah diketahui bahwa pada dasawarsa 1980-an, Eropa
mempercepat langkahnya menuju penyatuan ekonomi dan moneter Eropa. Demikian
pula halnya ketika North American Free Trade Area (NAFTA) makin gencar dan
Amerika Serikat makin sering menerapkan tekanan politik dalam kebijakan
perdagangan luar negerinya, misalnya, melalui ancaman pencabutan fasilitas
Generalized System of Preferences (GSP). Antisipasi terhadap perkembangan itu
mendorong para pemimpin kawasan ini memformalkan kerja sama regional.
b) Peningkatan pertumbuhan
perdagangan Intra-Asia dan Intra-Asia Pasifik. Dalam periode 1988–1992 total
ekspor negara-negara anggota APEC meningkat dari 1.079,4 miliar dolar Amerika
menjadi 1.518,0 miliar dolar Amerika dan 66 persen di antaranya adalah ekspor
ke sesama anggota APEC. Dalam periode yang sama, total impor negara-negara
meningkat dari 1.221,1 miliar dolar Amerika menjadi 1.519,4 miliar dollar
Amerika dan 67,2 persen di antaranya adalah impor dari sesama anggota APEC.
Makin intensifnya interaksi intraregional itu juga diduga menumbuhkan motivasi
regionalisme di kawasan yang menghasilkan kira-kira 50 persen
produksi dunia dan menguasai 40 persen pangsa pasar global.
produksi dunia dan menguasai 40 persen pangsa pasar global.
c) Kemunculan negara-negara
industri baru di Asia Timur. Keyakinan akan kekuatan sendiri dan rasa percaya
diri yang muncul akibat prestasi itu juga banyak mendorong negara-negara di
kawasan ini untuk melakukan kerja sama regional.
d) Infrastruktur yang makin baik,
seperti telekomunikasi dalam mendukung kerja sama regional.
Dari sudut kepentingan ekonomi,
lebih dari 70% pasar ekspor Indonesia berada di kawasan Asia Pasifik. Begitu
pula impor Indonesia kira-kira 60% berasal dari negara-negara anggota APEC.
Mereka juga menyumbang hampir 35% dari keseluruhan bantuan luar negeri yang
diterima Indonesia. Dampak kerja sama ekonomi dalam kegiatan investasi di APEC
adalah terbukanya peluang pasar yang makin lebar. Hal yang juga harus
dimengerti ialah APEC bisa menjadi ancaman jika perekonomian kita tidak segera
dipersiapkan untuk arus perdagangan bebas. Dengan terjun ke perdagangan bebas,
sebuah negara harus siap menerima banjir barang impor, tetapi yang dimaksud
bukan perdagangan bebas dalam arti sebebas-bebasnya.
Persoalan besar yang dihadapi
negara-negara Selatan dalam kedua arena tersebut adalah rendahnya tingkat
solidaritas mereka. Dalam APEC, negaranegara Selatan tidak bertindak sebagai
kelompok yang bersatu. Misalnya, Malaysia yang berusaha menentang Amerika
Serikat ternyata tidak memperoleh dukungan dari rekan-rekannya dari ASEAN.
Begitu pula yang terjadi dalam perundingan Putaran Uruguay dan GATT. Upaya
negara-negara Selatan untuk menerapkan strategi koalisi global dan melakukan
negosiasi dan tawar-menawar sebagai kelompok seperti yang mereka lakukan dalam
United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) tidak berhasil
karena beberapa alasan berikut.
a) Penerapan strategi pecah dan
tindas oleh negara-negara Utara, terutama Amerika Serikat. Salah satu
mekanismenya adalah tekanan-tekanan bilateral terhadap negara-negara yang
hendak menentang usulan GATT.
b) Adanya kehendak negara-negara
Selatan untuk membentuk koalisi menentang negara-negara Utara. Oleh karena itu,
negara-negara Utara mengusulkan pembentukan Kelompok Cairns dalam GATT yang
beranggotakan negara-negara Utara dan Selatan, seperti Argentina, Australia,
Brasil, Cile, Kolombia, Filipina, Hongaria, Indonesia, Kanada, Malaysia,
Selandia Baru, Thailand, dan Uruguay. Dengan demikian, pengelompokan yang
eksklusif dari negara-negara Selatan tidak terjadi.
c) Adanya kemungkinan bahwa
keberhasilan Taiwan, Korea Selatan, dan Singapura sebagai negara industri baru
melalui jalur kapitalis, neoklasik, dan dengan menempel pada negara besar,
seperti Amerika Serikat telah melunturkan keyakinan banyak negara Selatan
tentang efektivitas koalisi Selatan–Selatan itu.
5.
Prinsip ASEAN dan Sikap Indonesia
Prinsip ASEAN terhadap APEC adalah sebagai berikut.
a) Setiap peningkatan kerja sama di kawasan Asia-Pasifik, hendaknya identitas, kepentingan, dan persatuan ASEAN tetap dipertahankan.
b) Kerja sama hendaknya didasarkan pada prinsip-prinsip persamaan, keadilan, dan keuntungan bersama.
c) Hendaknya kerja sama tidak diarahkan pada pembentukan blok perdagangan yang tertutup (inward looking economic or trading block).
d) Hendaknya kerja sama ditujukan untuk memperkuat kemampuan individual dan kolektif para peserta.
e) Hendaknya pertumbuhan kerja sama dikembangkan secara bertahap dan pragmatis
Sedangkan sikap Indonesia terhadap keberadaan
APEC adalah menyambut era perdagangan bebas dengan tangan terbuka. Perdagangan
bebas menuntut produk-produk berkualitas, memiliki daya saing tinggi dan mampu
menembus pasaran dunia. Untuk mempersiapkan era pasar bebas tersebut, maka
langkah pemerintah Indonesia adalah sebagai berikut.
a) Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal.
b) Meningkatkan mutu produk-produk agar mampu menembus pasaran dunia dan mampu bersaing.
c) Meningkatkan budaya ACI (Aku Cinta Indonesia), yaitu menumbuhkan mentalitas di kalangan rakyat Indonesia dari kalangan bawah, menengah dan atas agar mencintai segala produksi dalam negeri.
d) Meningkatkan semangat nasionalisme agar tidak terbawa arus globalisasi agar tercipta modernisasi bukan westernisasi.
e) Meningkatkan semangat juang dan pantang menyerah untuk membangun bangsa dan negara.
a) Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal.
b) Meningkatkan mutu produk-produk agar mampu menembus pasaran dunia dan mampu bersaing.
c) Meningkatkan budaya ACI (Aku Cinta Indonesia), yaitu menumbuhkan mentalitas di kalangan rakyat Indonesia dari kalangan bawah, menengah dan atas agar mencintai segala produksi dalam negeri.
d) Meningkatkan semangat nasionalisme agar tidak terbawa arus globalisasi agar tercipta modernisasi bukan westernisasi.
e) Meningkatkan semangat juang dan pantang menyerah untuk membangun bangsa dan negara.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar